Sabtu, 10 Maret 2012

Identifikasi Jenis-Jenis Bambu (Bambusa sp. ) Di Desa Tunfeu Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang (NTT)


LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)
IDENTIFIKASI JENIS-JENIS BAMBU (Bambusa sp. ) DI DESA TUNFEU  KECAMATAN NEKAMESE KABUPATEN KUPANG




OLEH
YOHANIS LOPO
NIM: 08. 1030 3027





PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PGRI NTT
KUPANG
2012

 KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Bijaksana karena atas segala tuntunan, perlindungan dan anugerah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL) dengan baik.
            Laporan praktek kerja lapangan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL).
            Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Praktek Kerja laporan  ini diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini dengan rasa hormat dan penghargaan yang sebear-besarnya penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada:
1.      Dr. Drs. Frans  Kia Duan, M.Si sebagai koordinator yang telah memberikan bimbingan dan rekomendasi pada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan.
2.      Drs. Moses Kopong Tokan, M.Si sebagi Ketua Program Studi Biologi
3.      Dra. Maria Teresia Danong, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis selama kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) sampai penulisan laaporan ini.
4.      Sahabat-sahabatku Dheni rebel, Justino, Semi, Nathan, Aris, Yeskiel, Winny, Yolanda, Shinta yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini.
            Penulis menyadari bahwa Laporan Praktek Kerja Lapangan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak khususnya para dosen demi penyempurnaan laporan praktek kerja lapangan ini. Akhir kata, tak ada gading yang retak tak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekeliruan.
                                                                                Kupang,    Januari  2012

                                                                                        Penulis
DAFTAR ISI


Lembaran Pengesahan .............................................................................      i
Kata Pengantar .........................................................................................     ii
Daftar Isi ..................................................................................................      iii
Daftar Tabel .............................................................................................      v
Dafrtar Gambar ........................................................................................      vi
Daftar Lampiran .......................................................................................     vii
BABA I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .............................................................................      1
B.     Rumusan Masalah ........................................................................      3
C.     Tujuan Penelitian .........................................................................      3
D.    Manfaat Penelitian………………………………………………      3         
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
  1. Morfologi Tanaman Bambu .........................................................      4
  2. Klasifikasi Bambu ........................................................................      11
  3. Syarat Tumbuh Bambu .................................................................     12
  4. Jenis-Jenis Bambu di Indonesia ....................................................     13
  5. Konsep-Konsep Dasar Taksonomi ................................................     15
BAB III METODE PENELITIAN
A.    Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................     20
B.     Alat dan Bahan Penelitian  ............................................................    20
C.     Metode Penelitian ………………………………………………..    20
D.    Prosedur Kerja ……………………………………………………   21
E.     Analisis Data ……………………………………………………..    23
BAB IV PEMBAHASAN
A.    Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………………..    24
B.     Jenis-Jenis Bambu Yang Terdapat Di Desa Tunfeu Kecamatan
Nekamese Kabupaten Kupang …………………………………...   25
C.     Klasifikasi dan Deskripsi Jenis-Jenis Bambu Yang Terdapat
Di Desa tunfeu Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang ……...   26
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan ……………………………………………………….   34
B.     Saran ……………………………………………………………...   34
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis-jenis bambu di Indonesia ....................................................    14
Tabel 2. Jenis-jenis bambu di desa Tunfeu kecamatan Nekamese
              kabupaten  Kupang .......................................................................   25
















DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.   Tanaman Bambu (Koleksi Pribadi, 2012) ............................      4
Gambar 2.   Akar Rimpang Bambu ……..................................................     5
Gambar 3.   Rebung Bambu …………………………………………….     6
Gambar 4.   Buku-Buku Bambu ………………………………………...     7
Gambar 5.   Bagian-Bagian Pelepah Buluh Bambu ……….……………      8
Gambar 6.   Posisi Daun Pelepah Buluh ………………………………..      9
Gambar 7.   Bentuk Percabangan Bambu ……………………………….     10
Gambar 8.   Bagian-Bagian Pelepah Daun ……………………………...     11
Gambar 9.   Bambu Betung (Dendrocalamus asper) ...............................     27
Gambar 10. Bambu Duri Ori (Bambusa arundinacea) ............................      28
Gambar 11. Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris Schrad) ………………      29
Gambar 12. Bambu Tamiang (Schizostachyum blumei) ………………..       31
Gambar 13. Bambu Apus (Gigantochloa apus) ………………………...      32
Gambar 14. Bambu Talang (Schizostachyum brachycladum) …………..      33





DAFTAR LAMPIRAN

  1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapangan
a.       Peta Kabupaten Kupang ........................................................      36
b.      Peta Kecamatan Nekamese ....................................................      37
c.       Peta Desa Tunfeu ...................................................................      38
  1. Foto Kegiatan PKL
a.       Foto Pengambilan Sampel ......................................................     39
b.      Foto Pengambilan Data di lapangan/lokasi ............................      39
c.       Foto Proses Identifikasi ..........................................................     39
d.      Foto Pengukuran Sampel ........................................................     39


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) juga disebut  Hiant Grass (rumput raksasa). Tanaman ini di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,  mulai dari rebung, batang muda dan  dewasa pada umur 4-6 tahun. Batang tanaman ini  berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang. Akar bambu terdiri atas rimpang (rhizom) berbuku dan beruas.
Tanaman bambu banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan secara luas karena memiliki batang yang kuat, lentur, lurus dan ringan sehingga mudah diolah untuk berbagai produk (Permadi, 1992 dalam Purnobasuki, 1995). Dalam kehidupan modern, bambu dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun dan dapat digunakan untuk produk-produk dekoratif, alat rumah tangga, bahan bangunan, bahan alat kesenian, dan lain-lain (Widjaja, 2001). Bambu juga digunakan dalam upaya konservasi tanah dan air, karena memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah (Dahlan, 1994 dalam Widjaja, dkk, 1994).
Menurut Widjaja (2001), di dunia terdapat sekitar 1200-1300 jenis bambu sedangkan menurut data lapangan dan laboratorium bahwa bambu di Indonesia di ketahui terdiri atas 143 jenis. Di Pulau Jawa diperkirakan hanya ada 60 jenis, 14 jenis diantaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor sedangkan 9 jenis merupakan endemik Pulau Jawa (Widjaja, 2001). Widjaja dkk,  (2001) juga melaporkan bahwa  jumlah bambu yang ada di Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Alor, Pantar, Timor, Lomblen) 14 jenis dan di  pulau Sumba terdapat 10 jenis (Widjaja, 2001). Sedangkan di pulau Flores (Manggarai) terdapat 6 jenis (Arinasa, I. B. K, 2005). Data-data ini menunjukan bahwa masih terdapat banyak jenis bambu di Indonesia yang tidak dikenal identitasnya secara ilmiah.
 Salah satu kajian ilmiah tentang tanaman bambu yang sudah dilakukan para peneliti pendahulu adalah kajian untuk mengatasi status taksonomi tanaman bambu yang sangat beranekaragam. Hal ini diakibatkan karena para peneliti tanaman bambu masih mengalami kendala untuk menganalisis  keanekaragaman ciri  organ generatif tanaman ini karena tanaman bambu hanya berbunga satu kali sepanjang hidupnya (atau pada waktu rentang hidupnya), padahal pembuatan kunci indentifikasi tumbuhan ini lebih banyak didasarkan pada keanekaragaman ciri organ vegetatif. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kendala ini juga agar tidak terjadi perbedaan pendapat tentang taksonomi bambu, maka struktur vegetatif perlu di perhatikan sebagai salah satu kriteria identifikasi bambu (Liese, 1989 dalam Purnobasuki, 1995). Oleh karena itu, upaya pengkajian secara ilmiah tentang tanaman bambu seperti kajian karakteristik ciri dan sifat ciri , kajian ekologi dan kajian ilmiah lainnya harus dilakukan.
Desa Tunfeu kecamatan Nekamese kabupaten Kupang merupakan salah satu desa di propinsi NTT yang memiliki banyak tanaman bambu baik yang tumbuh liar maupun yang dibudidaya.  0leh masyarakat desa Tunfeu, tanaman ini banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalnya  batangnya untuk pembuatan  dinding rumah, pembuatan pagar pembuatan kandang ternak, rebung untuk dimakan dan lain-lain.  Namun pemanfaatan tanaman ini tidak diikuti dengan upaya konservasi untuk pemanfaatan berkelanjutan, sehingga tidaklah dipungkiri bahwa pada suatu saat akan mengalami kekurangan sumber daya bambu bahkan mengarah kepada kepunahan.  (observasi dan wawancara pribadi).

Bertolak dari pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Jenis-Jenis Bambu (Bambusa sp.) Di Desa Tunfeu Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah:  Jenis-jenis bambu apa saja dan bagaimana deskripsi dari setiap jenis bambu  yang terdapat di desa Tunfeu kecamatan Nekamese kabupaten Kupang?

C.    Tujuan Masalah
Tujuan penelitian ini  adalah : Untuk mengetahui jenis-jenis bambu dan deskripsi dari setip jenis bambu  yang terdapat di desa Tunfeu kecamatan Nekamese kabupaten Kupang.

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Sebagai data dasar bagi berbagai pihak dalam upya pelestarian sumber daya alam.
2.      Meningkatkan pengetahuan dan wawasan pembaca serta sebagai salah satu refrensi atau informasi bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutn tentaang identifikasi jenis-jenis bambu dan pemanfaatannya
3.      Memberikan informasi kepada pemerintah untuk menjaga dan melestarikan jenis-jenis bambu yang ada dilingkungan masyarakat.
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.                Morfologi Tanaman Bambu
 Bambu adalah tanaman yang termasuk ordo Gramineae, familia Bambuseae. Bambu merupakan tumbuhan berumpun, berakar serabut yang batangnya berbentuk silinder dengan diameter bervariasi mengecil mulai dari ujung bawah sampai ujung atas, berongga, keras dan mempunyai pertumbuhan primer yang sangat cepat tanpa diikuti pertumbuhan sekunder, sehingga tingginya dapat mencapai 40 m. Silinder batang bambu tersebut dipisahkan oleh nodia/ruas,yaitu diafragma-diafragma yang arahnya transversal. Anonim (1999), mengemukan bahwa tanaman bambu dapat tumbuh mulai dari 0 – 1500 m dpl, bahkan jenis –jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada ketinggian antara 2000-3750 m dpl. Pada ketinggian 3750 m dpl, habitusnya berbentuk rumput.







Gambar 1. Tanaman bambu (Koleksi pribadi, 2012)

Tanaman bambu menunjukan keanekaragaman pada ciri-ciri morfologi seperti  :
Akar (rimpang); terdapat dibawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membendakan kelompok bambu. Bagian pangkal akar rimapangnya lebih sempit daripada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung yang kemudian memanjang dan akhirnya menghasilkan buluh. Ada dua macam sistem percabangan yaitu pakimorf (dicirikan oleh akar rimpangnnya yang simpodial), leptomorf (dicirikan oleh akar rimpangnya yang monopodial). Di Indonesia, jenis-jenis bambu asli umumnya mempunyai sistem perakaran pakimorf, yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek juga. Setiap akar rimpang mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru, yang akhirnya bagian yang tumbuh keatas membentuk rebung kemudian menjadi buluh (Widjaja, 2001). Akar pakimorf bentuknya sering bervariasi, seperti yang ditunjukan pada gambar berikut:
               
(a)    (b)
Gambar 2. Akar rimpang: a). Simpodial atau pakimorf; b).           monopodial atau leptomof (Widjaja, 2001).

Rebung; tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Rebung digunakan untuk membedakan jenis karena menunjukan ciri khas warna pada ujungnya dan buluh-buluh yang terdapat pada pelepahnya. Buluh pelepah rebung umumnya hitam, tetapi ada juga yang cokelat atau putih, dan beberapa buluh dapat menyebabkan kulit menjadi sangat gatal sedangkan yang lain tidak (Widjaja, 2001).









Gambar 3. Rebung (Widjaja, 2001).

Buluh; Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Buluh terdiri atas ruas dan buku-buku. Beberapa jenis mempunyai ruas panjang, misalnya Schizostachyum lima, dan yang lain mempunyai ruas pendek, misalnya Bambusa vulgaris dan Bambusa blumeana. Selain berbeda dalam panjang ruasnya, beberapa jenis tertentu mempunyai diameter buluh yang berbeda. Jens Dendrocalamus asper mempunyai diameter buluh terbesar, yang diikuti oleh jenis-jenis dari marga Gigantochloa dan Bambusa. Sementara pada marga Schizostachyum, beberapa jenis di antaranya mempunyai diameter sedang, seperti Schizostachyum brachycladum dan Schizostachyum diameter buluhnya kecil. Buluh bambu umumnya tegak, tetapi ada beberapa marga yang tumbuhnya merambat seperti Dinochloa dan ada juga yang tumbuhnya serabutan, misalnya Nastus. Buku-buku pada buluh bagian pangkal beberapa jenis bambu tertutup oleh akar udara, seperti pada jenis Dendrocalamus aspen. Ujung akar ini melengkung ke bawah seperti pada Dinochloa asper dan Schizostachyum lima (Widjaja, 2001).







Gambar 4. Buku-buku: a. dengan akar udara; b. tanpa akar udara; c. dengan akar lutut; d. tanpa akar lutut; e. lampang buluh (Widjaja, 2001).
Sedangkan pada marga Dinochloa, buku-bukunya sering ditutupi oleh lampang pelepah buluh yang sangat kasar (bagian pangkal pelepah buluh yang tertinggal dan kasar atau kadang berbulu). Permukaan ruas pada setiap jenis berbeda, mungkin gundul atau lebat. Pada jenis Dinochloa kostermansiana permukaannya gundul agak kasar oleh duri dan dilapisi lilin pada buluh muda, sedangkan pada jenis Dendrocalamus asper permukaan buluh mudanya berbulu lebat seperti beludru. Jenis lainnya seperti Gigantochloa atter mungkin mempunyai bulu hitam yang tersebar pads ruasnya, sedangkan pada jenis Schizostachyum brachycladum dan Thyrsostachys siamensis mempunyai bulu putih yang melekat pada permukaan luar ruasnya (Widjaja, 2001).
Pelepah buluh;  Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligula. Daun pelepah buluh terdapat pada bagian atas pelepah, sedangkan kuping pelepah buluh dan ligulanya terdapat pada sambungan antara pelepah dan daun pelepah buluh (Gambar 6).








Gambar 5. Bagian-bagian pelepah buluh; a. kuping pelepah buluh; b. daun pelepah buluh; c. buluh kejur; d. ligula (Widjaja, 2001).
Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu menutupi buluh ketika muda. Ketika buluh tumbuh dewasa dan tinggi, pada beberapa jenis bambu, pelepahnya lurch, tetapi jenis lain pelepahnya tetap menempel pada buluh seperti pada jenis Schizostachyum brachycladum. Pada Dinochloa ketika pelepah buluh luruh, yang tertinggal adalah lampangnya yang sangat kasar, dan ciri ini dapat digunakan untuk membedakan marga ini (Gambar 3e). Daun pelepah buluh pada beberapa jenis bambu tampak tegak, seperti jenis Schizostachyum brachycladum dan Bambusa vulgaris, tetapi u.mumnya tumbuh menyebar, menyadak, atau terkeluk balik. Beberapa jenis bambu mempunyai kuping pelepah buluh dan ligula yang berkembang baik, tetapi jenis lainnya kuping dan ligulanya kecil atau hampir tidak tampak. Kuping pelepah buluh dan ligula merupakan ciri penting yang dapat digunakan untuk membedakan jenis atau bahkan marga, keduanya kadang dengan bulu kejur atau sering tidak berbulu kejur. Kuping pelepah buluh yang besar umum ditemukan pada jenis-jenis bambu dari marga Bambusa, sedangkan marga Gigantochloa, Dendrocalamus umumnya mempunyai kuping pelepah buluh agak kecil, bercuping dan berbulu kejur. Beberapa jenis bambu misalnya Dinochloa kostermansiana mempunyai kuping pelepah buluh yang melipat keluar (Widjaja, 2001).








Gambar 6. Posisi daun pelepah buluh; a. Tegak; b. Menyebar;  c. menyedak; d. terkeluk balik (Widjaja, 2001).

Percabangan; (Widjaja, 2001) mengemukakan bahwa percabangan umumnya terdapat di atas buku-buku. Cabang dapat digunakan sebagai ciri penting untuk membedakan marga bambu. Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa sistem percabangan mempunyai satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil. Buluh Dinochloa biasanya mempunyai cabang yang dorman dan akan sebesar buluh induknya, terutama ketika buluh utamanya terpotong. Jenis-jenis dari marga Schizostachyum mempunyai cabang yang sama besar. Cabang lateral bambu yang tumbuh pada batang utama, biasanya berkembang ketika buluh mencapai tinggi maksimum. Pada beberapa marga, cabang muncul tepat di atas tanah, misalnya marga Bambusa, dan menjadi rumpun padat di sekitar dasar rumpun dengan duri atau tanpa duri, tetapi pada marga lain cabangnya tumbuh jauh di atas permukaan tanah, misalnya marga Gigantochloa, Dendrocalamus, Schizostachyum. Duri merupakan anak cabang aksiler (cabang yang tumbuh pada batang lateral) yang melengkung dan berujung lancip.








                                                                 
(a)                        (b)                            (c)
Gambar 7. a dan b; contoh bentuk percabangan Bambusa dan Schizostachyum, sedangkan gambar c adalah cabang lateral dan aksiler

Helaian daun; Helai daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar seperti rumput, dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Daunnya bisa lebar, tetapi ada juga yang kecil dan sempit seperti pada Bambusa multiplex dan Thyrsostachys siamensis. Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau pendek. Pelepah dilengkapi dengan kuping pelepah daun dan juga ligula. Kuping pelepah daun mungkin besar tetapi bisa juga kecil atau tidak tampak dan pada beberapa jenis bambu ada yang bercuping besar dan melipat keluar. Pada beberapa jenis bambu, kuping pelepah daunnya mempunyai bulu kejur panjang, tetapi ada juga yang gundul. Ligula pada beberapa jenis mungkin panjang tetapi bisa juga kecil dengan bulu kejur panjang atau tanpa butu kejur. Ligulanya kadang mempunyai pinggir yang menggerigi tidak teratur, menggerigi, menggergaji atau rata (Widjaja, 2001).














Gambar 8. Bagian-bagian pelepah daun: a. tangkai daun; b. Ligula; c. buluh kejur; d. Kuping pelepah daun.

B.                 Kalsifikasi Bambu
Tanaman bamb secara taksonomi dapat diklasifikasikan dalam tingkatan taksonomi sebagai berikut :
Klasifikasi tanaman bambu apus menurut (Berlian dan Rahayu, 1995).
Divisio             : Spermatophyta
Subdiviso        : Angiospermae
Kelas               : Monokotiledoneae
Ordo                : Graminales
Famili              : Gramineae
Subfamili         : Bambusoideae
Genus             : Gigantochloa
Spesies            : Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz.



Klasifikasi Bambu  menurut Widjaja (2001) adalah sebagai berikut:
Divisio           : Spermatophyta
Subdiviso       : Angiospermae
Kelas              : Monokotiledoneae
Ordo              : Graminales
Famili             : Gramineae
Subfamili       : Bambusoideae
  Genus                  : Schizostachyum
       Spesies           : Schizostachyum brachycladum
   Genus                 : Dendromus
       Spesies           : Dendromus calamus asper
    Genus                : Bambusa
       Spesies           : Bambusa vulgaris
  
C.                Syarat Tumbuh Bambu
Menurut Anonim (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi syarat tumbuh bambu adalah sebagai berikut :
a.    Tanah
Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai becek, dan dari tanah subur sampai kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam pada pH 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi.
b.   Ketinggian Tempat
Tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi yaitu antara 0 – 1000 m dpl bahkan jenis-jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada ketinggian antara 2000-3750 m dpl. Pada ketinggian 3750 m dpl, habitusnya berbentuk rumput.
c.    Iklim
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-360C. Suhu lingkungan ini juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhunya. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 sampai 2.000 m dpl. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimum 1.020 mm / tahun. Kelembaban udara yang dikehendaki minimum 80%.
d.   Teknik Pembibitan
Perbanyakan tanaman bambu dapat dilakukan dengan cara vegetatif dan generatif, perbanyakan generatif melalui bijinya, sedangkan perbanyakan vegetatif melalui stek batang atau stek rhizoma.
e.    Pola Tanam
1.      Penanaman Monokultur
Penanaman bambu secara murni dilakukan dengan menanam satu jenis bambu pada seluruh areal yang luas, hasilnya untuk memenuhi kebutuhan dalam jumlah besar.
2.      Penanaman Campuran
Penanaman tanaman bambu ditanam bersama-sama dengan tanaman lainnya dengan tujuan mengendalikan erosi dan mempertahankan kesuburan tanah.

D.                Jenis-jenis Bambu Di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur, dan eru ini. Diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88 diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia. Berikut beberapa jenis (spesies) bambu yang ditemukan tumbuh di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-Jenis bambu di Indonesia
No
Nama Jenis
Nama Lokal
Daerah Ditemukan
1
Arundinaria japonica Sieb & Zuc ex Stend
Bambu Jepang
Jawa
2
Bambusa arundinacea (Retz.) Wild.
Pring Ori
Jawa, Sulawesi
3
Bambusa atra Lindl.
Loleba
Maluku
4
Bambusa balcooa Roxb.
-
Jawa
5
Bambusa blumeana Bl. ex Schul. f.
Bambu Duri
Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara
6
Bambusa glaucescens (Wild) Sieb ex Munro.
Bambu pagar
Jawa
7
Bambusa horsfieldii Munro.
Bambu embong
Jawa
8
Bambusa maculate
Bambu Tutul
Bali
9
Bambusa multiplex
Bambu Cendani, Mrengenani
Jawa
10
Bambusa polymorpha Munro.
-
Jawa
11
Bambusa tulda Munro.
-
Jawa
12
Bambusa tuldoides
Haur hejo
Jawa
13
Bambusa vulgaris Schard.
Pring kuning, Awi ampel
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Maluku
14
Dendrocalamus asper
Bambu petung
Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Bali
15
Dendrocalamus giganteus Munro.
Bambu SembilanG
Jawa
16
Dendrocalamus strictur (Roxb) Ness.
Bambu batu
Jawa
17
Dinochloa scandens
Kadalan
Jawa
18
Gigantochloa apus Kurz.
Bambu apus, tali
Jawa
19
Gigantochloa atroviolacea
Bambu hitam
Jawa
20
Gigantochloa atter
Bambu ater
Jawa
21
Gigantochloa achmadii Widjaja.
Buluh apus
Sumatera
22
Gigantochloa hasskarliana
Buluh lengka tali
Sumatera, Jawa, Bali
23
Gigantochloa kuring
Awi belang
Jawa
24
Gigantochloa levis (Blanco) Merr.
Bambu suluk
Kalimantan
25
Gigantochloa manggong Widjaja.
Bambu manggong
Jawa
26
Gigantochloa nigrocillata Kurz
Bambu terung
Jawa
27
Gigantochloa pruriens
Buluh rengen
Sumatera
28
Gigantochloa psedoarundinaceae
Bambu andong
Jawa
29
Gigantochloa ridleyi Holtum.
Tiyang kaas
Bali
30
Gigantochloa robusta Kurz.
Bambu mayan
Sumatera, Jawa
31
Gigantochloa waryi Gamble
Buluh dabo
Sumatera
32
Gigantochloa verticillata
Bambu Hitam
Jawa
(Alamendah, 2011)

E.                 Konsep-Konsep Dasar Taksonomi
1.      Deskripsi
Merupakan suatu proses penggambaran atau pelukisan dengan kata-kata tentang batasan ruang lingkup dan sifat-sifat suatu takson yang dapat dijelaskan dalam bentuk takson (Sitanggang, 2002). Isi deskripsi yaitu mulai dari perawakan dan daur hidup, akar, batang, cabang dan ranting, daun kuncup, pembungaan, bunga, pembuahan, buah, biji, kecambah sampai habitat penyebaran daerah area reproduksi kegunaan dan kandungan kimianya.
2.      Identifikasi
Identifikasi adalah salah satu proses untuk mengatakan dan menetapkan identifikasi suatu tumbuhan secara terperinci dan benar.
Danong (2007) mengatakan bahwa identifikasi adalah suatu proses penunjukan penentuan nama yang tepat dan benar dalam menempatkan sistem klasifikasi dalam menentukan identifikasi tumbuhan, apabila mengalami kesulitan kita bisa melakukan beberapa cara yang dapat membantu dalam identifikasi seperti:
a.    Menanyakan identitas tumbuhan yang tidak kita kenal kepada orang yang lebih ahli dalam bidang tumbuhan.
b.    Mencocokan spesimen dengan gambar pada buku atau refrensi lainnya.
c.    Menggunakan kunci identifikasi
d.   Mencocokan spesimen dengan gambar pada buku atau refrensi lainnya.
e.    Menggunakan alat elektronik sperti Komputer (internet) untuk membantu pengidentifikasian