Rabu, 18 Januari 2012

Identifikasi Jenis-Jenis Bambu (Bambusa sp.) di NTT


IDENTIFIKASI JENIS-JENIS BAMBU (Bambusa sp) DI DESA TUNFEU 
KECAMATAN NEKAMESE KABUPATEN KUPANG






OLEH
YOHANES LOPO
08110303027




PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PGRI NTT
KUPANG
2012


KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Bijaksana karena atas segala tuntunan, perlindungan dan anugerah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal  penelitian dengan judul ” Identifikasi Jenis-Jenis Bambu (Bambusa sp.) di Desa Tunfeu  Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang
            Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memfasilitasi dalam penulisan proposal ini.
            Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan proposal  ini.



                                                                                Kupang,    Desember  2011


                                                                                           Penulis




DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................    i
Daftar Isi ...................................................................................................     ii
BABA I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .............................................................................      1
B.     Rumusan Masalah ........................................................................      3
C.     Tujuan Penelitian .........................................................................      3
D.    Manfaat Penelitian………………………………………………      3         
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
  1. Ekologi Bambu .............................................................................     4
B.     Manfaat Tanaman Bambu .............................................................     7
C.     Pengembangan Tanaman Bambu ……………………………….      9
D.    Kelemahan dan Kelebihan Bambu ………………………………    10
E.     Jenis-Jenis Bambu ………………….............................................     12
F.      Pemanfaatan Bambu Bagi Masyarakat ...........................................   13
BAB III METODE PENELITIAN
A.    Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................     16
B.     Alat dan Bahan Penelitian  ............................................................    16
C.     Metode Penelitian ………………………………………………..    16
D.    Prosedur Penelitian ………………………………………………    16
E.     Analisis Data …………………………………………………….     17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bambu tergolong keluarga gramineae (rumput-ru mputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berongga kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang. Akar bambu terdiri atas rimpang (rhizom) berbuku dan beruas, pada buku akan ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang.
Tanaman bambu di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, disamping tunas-tunas rumpunnya.
Bambu banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan secara luas karena memiliki batang yang kuat, lentur, lurus dan ringan sehingga mudah diolah untuk berbagai produk (Permadi, 1992 dalam Purnobasuki, 1995). Dalam kehidupan modern, bambu dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun dan dapat digunakan untuk produk-produk dekoratif, alat rumah tangga, bahan bangunan, bahan alat kesenian, dan lain-lain (Widjaja, 2001). Bambu juga digunakan dalam upaya konservasi tanah dan air, karena memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah (Dahlan, 1994 dalam Widjaja, dkk, 1994).
Pada umunya kunci indentifikasi tumbuhan didasarkan pada perbedaan bunga.akan tetapi kebanyakan bambu hany berbunga satu kai sepanjang hidupnya (atau pada waktu rentang hidupnya), oleh karena itu sapai saat ini pendapat tentang taksonomi bambu masih berbeda-beda. Untuk itu, struktur vegetatif perlu di perhatikan sebagai salah satu criteria identifikasi bambu (Liese, 1989 dalam Purnobasuki, 1995).
Menurut Widjaja (2001), di dunia terdapat sekitar 1200-1300 jenis bambu sedangkan menurut data lapangan dan laboratorium bahwa bambu di Indonesia di ketahui terdiri atas 143 jeniis. Di Pulau Jawa diperkirakan hanya ada 60 jenis, 14 jenis diantaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor sedangkan 9 jenis merupakan endemic Pulau Jawa (Widjaja, 2001).
Berdasaarkan data di atas dapat dipastikan bahwa bambu merupakan sumber daya yang sangat melimpah dan memilki keanekaragaman yang cukup tinggi. Namun, kenyataan yang terjadi adalah tidak semua jenis bambu dikenal oleh masyarakat dengan baik.
Bertolak dari pemikiran di atas maka Penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Jenis-Jenis Bambu (Bambusa sp.) Di Desa Tunfeu Kecamatan Nekamese Kabupaten Kupang”.

Sabtu, 07 Januari 2012

PENGARUH SEDIMENTASI, EROSI DAN UPWELING TERHADAP ORGANISME PESISIR LAUT


KATA PENGANTAR

     Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Bijaksana karena atas segala tuntunan, perlindungan dan anugerah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Pengaruh Sedimentasi, Erosi Dan Upwelingterhadap Organisme Pesisir Laut
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memfasilitasi dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah  ini.


                                                                                Kupang,    Januari 2012


                                                                                                  Penulis










DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................            i
Daftar Isi ......................................................................................................  ii
BABA I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah ............................................................................  2
C.     Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengaruh Sedimentasi terhadap Kualitas Perairan ……………….. 3
B.     Lingkungan Pengendapan Estuaria ...................................................            4
C.     Pengendapan oleh air …………………………………………...      5
D.    Pengendapan oleh Air Laut ………………………………….      7
E.     Pengendapan oleh Angin …………………………………………. 7
F.      Penyebab Erosi Terhadap Lingkungan Perairan ………………….   8
G.    Pengaruh dan proses terjadinya Upwelling pada pesisir laut ……..   9
H.    Proses Terjadinya Upwelling ……………………………………..   10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan  ...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. Di padang pasir misalnya, timbunan pasir yang luas dapat dihembuskan angin dan berpindah ke tempat lain. Sedangkan gletser, walaupun lambat gerakannya, tetapi memiliki daya angkut besar.
Sedimentasi atau pengendapan biasanya biasanya akrap dengan “Erosi” sehingga mempunyai pengertian proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi parit, dan erosi lainnya yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk. Sehingga hasil dari sediment berupa jumlah partikel tersuspensi terlarut yang berasal dari erosi, dan terjadi di daerah tangkapan atau genangan air.
Pada umumnya laju sedimentasi yang berasal dari hulu, apabila tidak tertahan maka akan sangat mempengaruhi tingkat kelulushidupan vegetasi, karena partikel yang di bawa oleh arus akan menutup akar vegetas dan secara langsung ataupun tidak lagsung akan mematikan sejumlah organisme yang menghuni area tersebut. Sehingga banyak spesies khas daerah yang hilang dan bahkan terputus satu mata rantai produsen primer apabila vegetasi tidak dilindungi dengan baik.
Erosi sering disebut juga pengikisan. Erosi adalah proses pengikisan terhadap batuan yang dilakukan oleh air, angin, atau gletser. Air hujan bisa mengikis permukaan tanah terutama yang gundul. Tanah itu bersama air mengalir ke sungai. Air sungai juga dapat mengikis tepi atau bagian dasar sungai. Akibat pengikisan pada tepi sungai menyebabkan sungai menjadi berkelok-kelok dan melebar. Sedangkan pengikisan ke dasar sungai bisa menyebabkan sungai bertambah dalam.
Air laut juga bisa menyebabkan erosi. Apabila Anda perhatikan di sekitar pantai, ombak atau gelombang laut selalu menerjang tepi pantai, mengikis sedikit demi sedikit tepi pantai. Pengikisan batuan oleh air laut itu disebut abrasi. Jika air atau gelombang yang mengikis batuan itu membawa material pasir atau batu kecil, maka tenaga pengikisannya akan bertambah kuat.
Upwelling adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses-proses yang menyebabkan air bergerak ke atas dari suatu kedalaman menuju lapisan permukaan. Kedalaman lapisan upwelling baiasanya berkisar 200-300 m (Bowden,1983; Stewart, 1983). Karena  temperatur di laut biasanya berkurang dengan penambahan kedalaman, maka air yang terangkat dari kedalaman adalah air yang lebih dingin daripada air permukaan yang digantikannya.
B.     Permasalahan
Dengan melihat pada uraian di atas maka yang menjadi permasalahan adalah
1.      Bagaimana pengaruh Sedimentasi terhadap Kualitas Perairan?
2.      Bagaimana Lingkungan Pengendapan estuaria?
3.      Bagaimana penyebab erosi terhadap lingkungan perairan?
4.      Proses  terjadi upwelling terhadap pesisir laut?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui seberapa besar sedimen Dampak Sedimentasi terhadap Kualitas Perairan!
2.      Untuk mengetahui Lingkungan Pengendapan estuaria!
3.      Untuk mengetahui penyebab erosi terhadap lingkungan perairan!
4.      Untuk mengetahui  Proses  terjadi upwelling terhadap pesisir laut!


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengaruh Sedimentasi terhadap Kualitas Perairan
Sedimentasi adalah hasil dari proses erosi dari berbagai bentuk secara topogravi.hasil sediment (sediment yield) adalah besarnya sediment yang berasal dari erosi yang yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Sediment yang sering kita jumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut, adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama perubahaniklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut biasanya dikenal sebagai partikel tanah. Partikel-partikel tanah yang terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai di kenal sebagai sediment. Oleh adanya transport sediment dari tempat yang tinggi ke tempat yang hilir maka dapat menyebapkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah-tanah baru disekitar prnggir-pinggir dan di delta-delta sungai. Asdak(1995).
Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan DTA untuk pertanian, pertambangan dan pengembangan permukiman merupakan sumber sedimen dan pencemaran perairan danau. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan danau dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menjadi turun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makan (Haryani, 2001).
Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran dan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Asdak (2002) menyatakan bahwa sedimen hasil erosi terjadi sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi pada daerah tangkapan air di bagian hulu. Kandungan sedimen pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran padatan tersuspensi di dalam perairan danau.
B.     Lingkungan Pengendapan Estuaria
Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang ada di dasar. Sedimen terdiri dari bahan organik yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur dan bahan anorganik yang umumnya berasal dari pelapukan batuan (Sverdrup, 1966). Kebanyakan perairan pesisir didominasi oleh substrat lunak. Substrat lumpur berasal dari sedimen yang terbawa oleh sungai ke perairan pesisir.
Claphman (1973) menyatakan bahwa air sungai mengangkut partikel Lumpur dalam bentuk suspensi, ketika partikel mencapai muara dan bercampur dengan air laut, partikel lumpur akan membentuk partikel yang lebih besar dan mengendap di dasar perairan.
Sedimen estuaria adalah secara fisiologis merupakan lingkungan yang kaku untuk kebanyakan invertebrata karena range kadar garamnya ( 14±30 0/00), fluktuasi temperatur dan pasang surut. Banyak spesies yang umum digunakan dalam pengujian toksisitas di perairan laut dan tawar, tidak sesuai untuk mengukur toksisitas sedimen di estuaria karena toleransi kadar garam yang sempit atau tidak ada spesies endemik di estuaria.
Sedimen laut menurut asalnya diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitulythogenous,biogenous danhydrogenous.Lythogenous adalah sediment yang berasal dari batuan, umumnya berupa mineral silikat yang berasal dari pelapukan batuan.Biogenous adalah sedimen yang berasal dari organisme berupa sisa-sisa tulang, gigi atau cangkang organisme, sedangkanhydrogenous merupakan sedimen yang terbentuk karena reaksi kimia yang terjadi di laut (Hutabarat dan Stewart, 1985).
Karakteristik sedimen akan mempengaruhi morfologi, fungsional, tingkah laku serta nutrien hewan benthos. Hewan benthos seperti bivalva dan gastropoda beradaptasi sesuai dengan tipe substratnya. Adaptasi terhadap substrat ini akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologis organisme terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya (Razak, 2002). Disamping tipe substrat, ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis benthos laut (Levinton, 1982).
Partikel sedimen mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai dari yang kasar sampai halus. Menurut Buchanan (1984) berdasarkan skala Sedimen terdiri dari beberapa komponen bahkan tidak sedikit sediment yang merupakan pencampuran dari komponen-komponen tersebut. Adapun komponen itu bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan geologi dasar (Forstner dan Wittman, 1983). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat.
C.    Pengendapan oleh air
Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam hasil pengendapan oleh air, antara lain meander, dataran banjir, tanggul alam dan delta.
a.    Meander
Meander merupakan sungai yang berkelok - kelok yang terbentuk karena adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai bagian hulu. Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil. Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari rute yang paling mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungi, baik bagian dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai yang aliranya cepat akan terjadi pengikisan sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan. Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.
http://htmlimg2.scribdassets.com/hjk0hfbi9c37sw/images/5-42e0fe3dfb/000.jpg
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, dimana pengikisan dan Pengendapan terjadi secara berturut turut. Proses pengendapan yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran sungai, Sehingga terbentuk oxbow lake.
b.    Delta
Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut maka kecepatan aliranya menjadi lambat. Akibatnya, terkadi pengendapan sedimen oleh air sungai. Pasir akan diendapkan sedangkan tanah liat dan Lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama, akan terbentuk lapisan - lapisan sedimen. Akhirnya lapian lapisan sediment membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta.
Pembetukan delta memenuhi beberapa syarat. Pertama, sedimen yang dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau danau. Kedua, arus panjang di sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga , pantai harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas, dan Kali Brantas.
c.    Dataran banjir dan tanggul alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat. Akibatnya terjadi banjir dan meluapnya air hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut, bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk suatu Dataran di tepi sungai. Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai. Akibatnya tepi sungai lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul alam.
D.    Pengendapan oleh Air Laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, Antara lain pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai.
Pesisir merupakan wilayah pengendapan di sepanjang pantai. Biasanya terdiri dari material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai sangat berfariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut. Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, maka arus pantai akan tetap mengangkut material material ke laut yang dalam. ketika material masuk ke laut yang dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material itu Disebut spit.
E.     Pengendapan oleh Angin
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune). Gumuk pantai dapat terjadi di daerah pantai maupun gurun. Gumuk pasir terjadi bila terjadi akumulasi pasir yang cukup banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut dan mengedapkan Pasir di suatu tempat secara bertahap sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir.


F.     Penyebab Erosi Terhadap Lingkungan Perairan
Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen yang di sebapkan oleh gerakan angin dan air pada permukaan tanah atau dasar perairan. Rudiono (2007). Pada umumnya erosi dapat disebapkan oleh dua hal yakni secara alamiah dan juga disebapkan oleh aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena prose pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangantanah secara alami. Erosi karena factor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan antar tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebapkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah.
Proses erosi terjadi atas tiga bagian yang berurutan: pengelupasan (detachment) adalah peristiwa dimana badan tanah terkikis atau terkelupas yang diakibatkan oleh aktivitas manusia atau alam sehingga bagian tersebut terpisah dari keadaannya yang semula, pengangkutan (transportation) adalah suatu peristiwa dimana bahan yang telah terkelupas atau terpisah akibat manusia dan alam diangkut oleh air menuju ke daerah yang lebih rendah sesuai dengan sifat air, dan pengendapan (sedimentation) adalah terkumpulnya bahan bawaan air pada suatu area berupa estuary, waduk, kolam, bendungan maupun area lain yang mampu menahan bahan buangan sehingga membentuk suatu lapisan lunak (rawa) pada suatu area. Asdak(1995).
Erosi sering disebut juga pengikisan. Erosi adalah proses pengikisan terhadap batuan yang dilakukan oleh air, angin, atau gletser. Air hujan bisa mengikis permukaan tanah terutama yang gundul. Tanah itu bersama air mengalir ke sungai. Air sungai juga dapat mengikis tepi atau bagian dasar sungai. Akibat pengikisan pada tepi sungai menyebabkan sungai menjadi berkelok-kelok dan melebar. Sedangkan pengikisan ke dasar sungai bisa menyebabkan sungai bertambah dalam.
Air laut juga bisa menyebabkan erosi. Apabila Anda perhatikan di sekitar pantai, ombak atau gelombang laut selalu menerjang tepi pantai, mengikis sedikit demi sedikit tepi pantai. Pengikisan batuan oleh air laut itu disebut abrasi. Jika air atau gelombang yang mengikis batuan itu membawa material pasir atau batu kecil, maka tenaga pengikisannya akan bertambah kuat.
Angin bisa menyebabkan terkikisnya batuan. Angin dengan hembusannya disertai dengan material yang diangkutnya di daerah gurun menabrak gunung-gunung batu, sehingga bisa berubah menjadi patung-patung alam. Pengikisan batuan oleh angin ini disebut korasi.
Gletser adalah es yang mengalir secara lambat. Gletser ini juga bisa menjadi pengikisan. Gletser dengan kemampuan mengikisnya (erosi glacial) dapat merubah palung sungai berbentuk V menjadi berbentuk U.
G.    Pengaruh dan proses terjadinya Upwelling pada pesisir laut
Upwelling telah banyak dikaji oleh para peneliti baik mengenai proses terjadinya maupun akibat yang ditimbulkannya. Upwelling adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses-proses yang menyebabkan air bergerak ke atas dari suatu kedalaman menuju lapisan permukaan. Kedalaman lapisan upwelling baiasanya berkisar 200-300 m (Bowden, 1983; Stewart, 1983). Karena temperatur di laut biasanya berkurang dengan penambahan kedalaman, maka air yang terangkat dari kedalaman adalah air yang lebih dingin daripada air permukaan yang digantikannya.
Upwelling biasanya mengakibatkan konsentrasi nutrien (nitrit, phospat dan silikat) lebih tinggi dibandingkan air permukaan yang nutriennya telah berkurang oleh pertumbuhan fitoplankton. Wilayah upwelling biasanya memiliki produkktivitas biologi yang tinggi.
Peningkatan pertumbuhan fitoplankton dapat mendukung konsentrasi zooplankton yang sangat besar yang dapat menjaga populasi ikan. Sebagian besar perikanan penting dunia berada pada wilayah upwelling. Menurut Dahuri et al. (1996) Upwelling dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: Jenis tetap (stationary type), yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya dapat berubah-ubah. Tipe ini terjadi merupakan tipe upwelling yang terjadi di lepas pantai Peru. Jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja. Selama air naik, massa air lapisan permukaan meninggalkan lokasi air naik, dan massa air yang lebih berat dari lapisan bawah bergerak ke atas mencapai permukaan.
Jenis silih berganti (alternating type) yang terjadi secara bergantian dengan penenggelaman massa air (sinking). Dalam satu musim, air yang ringan di lapisan permukaan bergerak keluar dari lokasi terjadinya air naik dan air lebih berat di lapisan bawah bergerak ke atas kemudian tenggelam, seperti yang terjadi di laut Banda dan Arafura.
H.    Proses Terjadinya Upwelling
Upwelling menggerakkanmassa air dari kedalaman menuju ke permukaan. Menurut Cushing (1975) air jarang naik dari kedalaman lebih dari 200 m dan pada beberapa upwelling lebih rendah dan berasal dari perairan yang cukup dangkal antara 20-40 m. Menurut Pond dan Pickard, (1983) upwelling datang dari kedalaman tidak lebih dari 200 –300 m. Selama musim upwelling arus balik turun di bawah 200m yang bergerak menuju kutub dan kadang-kadang arus balik permukaan yang terlihat sangat dekat dengan pantai juga bergerak ke arah kutub. Di Peru, ada arus balik utama pada daerah yang sangat jauh dari pantai.
Menurut mekanisme penyebab pembentukannya, terdapat beberpa jenis upwelling:
1.    Ekman Pump
Transport massa air dapat terjadi baik di sekitar pantai maupun di laut terbuka. Penggerak utama massa air adalah angin. Angin yang berhembus secara terus-menerus dapat menjadi energi penggerak massa air permukaan. Energi angin yang merupakan penyebab utama, ditransfer ke permukaan air dalam bentuk Gesekan Reynold. Pada lapisan ekman, transport massa air dipengaruhi oleh gaya coriolis . Pergerakan massa air di belahan utara dibelokan ke kanan dan di belahan bumi selatan pergerakan massa air dibelokan ke kiri dari arah angin.
Pergerakan akibat gaya coriolis disebut transport ekman. Transport ekman dapat menjadi penyebab munculnya upwelling. Contoh ekman transport yang menyebabkan upwelling terjadi di sebagian besar pantai barat benua atau pantai timur samudera. Pada daerah ini betiup terus-menerus angin pasat (Tradewind) dari daerah lintang sedang baik di utara maupun selatan bergerak menuju ekuator. Angin pasat ini merupakan penggerak massa air di pantai barat benua atau timur samudera. Angin pasat timur laut (northeast tradewind ) di belahan bumi utara dan angin pasat tenggara (southeast tradewind) di belahan bumi selatan menajdikan transper ekman (Q) menjauhi pantai. Kekosongan di pantai diisi massa air dari lapisan dalam sehingga terbentuk upwelling.
Upwelling akibat Ekman transport diperaiaran pantai ini terjadi di pantai Peru, Pantai Oregon dan California di Amerika dan Pantai Senegal Afrika. Pada daerah upwelling yang terjadi karena adanya Ekman pump atau ekman transport, angin betiup sejajar atau membentuk sudut yang kecil dengan garis pantai dan karena gaya coriolis ,sebagai akibat pengaruh rotasi bumi, massa air bergerak menajuhi pantai.
Dibelahan bumi utara pembelokan mengarah kekanan dari arah arus sedangkan pada belahan bumi selatan pembelokan mengarah ke kiri dari arah arus. Karena air pada permukaan bergerak menjauhi pantai maka air dingin yang ada dibawahnya bergerak naik mengisi kekosongan pada daerah permukaan (arahnya dipengaruhi oleh gesekan dasar) maka terjadilah upwelling (Bowden, 1983; Stewart, 2002; Pond dan Pichard, 1983; Mann dan Lazier, 1993). Untuk melihat bagaimana angin menyeabbkan upwelling, dapat dilihat gambarannya di pantai California. Angin utara atau angin pasat timur laut (northeast tradewind) yang bertiup sejajar Pantai California secara terus menerus (Gambar 2: kiri) menghasilkan transport massa air menjauhi pantai karena adanya gaya coriollis). Air yang menjauhi pantai hanya dapat digantikan oleh air dari bawah lapisan Ekman dan inilah yang disebut upwelling (gambar 2: kanan). Karena air yang terangkat ini dingin, upwelling menimbulkan permukaan perairan sepanjang pantai berair dingin. Air yang dingin ini kaya akan nutrien dan siklus produksi yang tinggi terjadi pada daerah ini.
Gambar . Sketsa proses terjadinya upwelling di belahan bumi utara. Kiri:tampak atas. Angin utara sepanjang pantai timur dibelahan bumi utara menyebabkan transport Ekman (ME) menjauhi pantai. Kanan: penampang melintang. Transpor yang menjauhi pantai harus digantikan oleh air Upwelling dari lapisan bawah (Sumber: Stewart, 1983).
Ekman Transport juga dapat terjadi di laut terbuka. Di sepanjang ekuator angin bertiup ke arah barat semakin jauh dari ekuator baik di sisi utara maupun selatan , kecepatan angin semakin kuat. Transport ekman menuju ke utara dan selatan menjauhi ekuator. Gerakan massa air yang saling menjauhi ini disebut divergensi. Divergensi mengakibatkan terjadinya kekosongan massa air pada lapisan atas di daerah ekuator (gambar 3). Massa air di lapisan bawahnya mengisi kekosongan tersebut sehingga terjadilah proses naiknya massa air yang di sebut upwelling. Pada beberapa tempat lain yang terjadi fenomena divergensi atau arus permukaan yang saling menjauhi juga terjadi upwelling.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Partikel-partikel tanah yang terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai di kenal sebagai sediment. Oleh adanya transport sediment dari tempat yang tinggi ke tempat yang hilir maka dapat menyebapkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah-tanah baru disekitar prnggir-pinggir dan di delta-delta sungai.
Proses erosi terjadi atas tiga bagian yang berurutan: pengelupasan (detachment) adalah peristiwa dimana badan tanah terkikis atau terkelupas yang diakibatkan oleh aktivitas manusia atau alam sehingga bagian tersebut terpisah dari keadaannya yang semula, pengangkutan (transportation) adalah suatu peristiwa dimana bahan yang telah terkelupas atau terpisah akibat manusia dan alam diangkut oleh air menuju ke daerah yang lebih rendah sesuai dengan sifat air, dan pengendapan (sedimentation) adalah terkumpulnya bahan bawaan air pada suatu area berupa estuary, waduk, kolam, bendungan maupun area lain yang mampu menahan bahan buangan sehingga membentuk suatu lapisan lunak (rawa) pada suatu area.
Kedalaman lapisan upwelling baiasanya berkisar 200-300 m (Bowden, 1983; Stewart, 1983). Karena temperatur di laut biasanya berkurang dengan penambahan kedalaman, maka air yang terangkat dari kedalaman adalah air yang lebih dingin daripada air permukaan yang digantikannya.






DAFTAR PUSTAKA

Rudiono. 2007. erosi, dampaknya, dan upaya mengurangi erosi. Gadjah mada.
Agung, Valentine, Ivan. 2005. usaha Konservasi Untuk Pelestarian Sumberdaya Alam. IPB. http://www.walhi.Or.Id/kampanye/hutan/shk/060402-analisaptsnmk
Bowden,K.F. 1983. Physical Oceanography of Coastal Waters. Ellis Horwood Limited Publisher. Chichester.
Codispoti, L.A. 1983. On Nutrient Variability and Sediment in Upwelling R.egion dalam Coastal  Upwelling its Sedimentary Regime to Present
Coastal Upwelling. Eds. By Erwin Suess and Jörn Thiede. Plenum Press. New York and London. P.125-143.
Cushing, D.H., 1975. Marine Ecology and Fisheries. Cambridge University Press. London.